A. Pengertian Hadits Maudhu’
Kata Maudhu’ berasal dari kata وضع يضع وضعا فهو موضوع yang berarti
diletakkan, dibiarkan, digugurkan, ditinggalkan, atau dibuat-buat. Akan tetapi
yang palin mengena aalah definisi yang terakhir, yakni dibuat-buat. Sesangkan
menurut istilah, Hadits Maudhu’ ialah:
Hadits yang
dibuat-buat oleh seorang perawi baik secara sengaja maupun tidak yang
disandarkan pada Rasul secara palsu dan dusta.
Jadi, hadits maudhu’ adalah hadits bohong atau palsu dan bukan dari
Rasulullah, tetapi dibuat-buat oleh perawi dengan disandarkan pada Rasul.
Sebagian Ulama’ memasukkan hadits ini dalam pembahasan hadits dhaif, tetapi ada
yang tidak memasukkannya. Karena hadits maudhu’ hanyalah bualan belaka dan
bukan hadits.
Menurut pendapat dari kalangan ulama’ yang bersepakat, hukum membuat hadits
maudhu’ adalah haram mutlak, karena membuat hadits maudhu’ sama dengan
mendustakan perkataan Rasulullah. Jadi, berarti ia berdusta atas nama
Rasulullah. Padahal menurut hadits Rasulullah yang mutawattir telah disebutkan
bahwa:
“Barang siapa yang mendustakanku dengan sengaja, maka hendak bersiap-siaplah
tempat tinggalnya di dalam neraka”.
B. Kemunculan Hadits Maudhu’
dan Perkembangannya
Ulama’ berbeda pendapat tentang awal munculnya hadits maudhu’. Ada yang
menyebutkan bahwa hadits maudhu’ telah ada sejak zaman Nabi sehingga muncullah
hadits Nabi berbunyi: “Barang siapa yang mendustakan aku dengan sengaja, maka
hendaklah bersiap-siap tinggal di neraka”. Akan tetapi, pendapat yang lebih
masyhur tentang munculnya hadits maudhu’ ialah setelah terjadinya konflik anta
relit politik dan antara dua pendukung Ali dan Umayyah.
Pada masa itu Umat Islam terpecah menjadi tiga kelompok, yaitu Syiah,
Khawarij dan sunni atau jumhur ulama’. Masing-masing kelompok mengklaim
bahwa kelompoknya lah yang paling benar sesuai ijtihad mereka tentunya.
Masing-masing ingin mempertahankan kelompoknya dan mencari simpait masyarakat
yang lebih besar dengan mencari dalil dari alqur’an dan hadits Rasulullah. Jika
tidak mendapatkan ayat atau hadits yang mendukung kelompoknya, mereka mencoba
mena’wilkan dan member interpretasi yang terkadang tidak layak. Ketika mereka
tidak menemukan ayat alqur’an atau hadits yang menyokong kebenaran kelompoknya,
maka mereka membuat sendiri hadits untuk mendukung kelompoknya, hadits ini disebut
hadits maudhu’ atau hadits palsu buatan para pendusta ang disandarkan pada
Rasulullah. Maka pada masa ini
tercatat sebagai masa awal terjadinya hadits maudlu yang lebih disebabkan oleh
kepentingan politik atau kelompok. Namun yang perlu diketahui, pada masa ini
sedikit sekali hadits maudhu’ karena fakor penyebabnya tidak banyak. Mayoritas
faktor penyebab munculnya hadits maudhu’ adalah karena
tersebarnya bid’ah dan fitnah. Sementara para sahabat justru menjauhkan diri
dari itu. Mereka sangat mecintai Rasulullah. Secara logika tidak mungkin mereka
berdusta kepada Rasul dengan membuat hadits maudhu’.
Demikian juga yang terjadi pada masa tabi’in sebagai orang-orang yang
mendengar langsung dari oara sahabat, tidak mungkin kiranya mereka membuat-buat
hadits atau memalsukan perkataan Rasul. Maka, hadits maudhu’ hanya ditimbulkan
oleh sebagian kelompok orang-orang bodoh yang hanya mementingkan hawa nafsunya
sendiri untuk menghalalkan segala cara.
C. Faktor-faktor yang Mendorong
Timbulnya Hadits Maudhu’ dan Contoh-contohnya
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya hadits Maudhu’,
diantaranya:
1.
Faktor Politik
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa faktor politik atau
mempertahankan partai kelaompok yang dimilikinya. Seperti yang terjadi pada
kelompok Syi’ah yang memalsukan hadits tentang menetapkan wasiat Nabi bahwa Ali
lah yang paling berhak menjadi khalifah setelah Nabidan menjatuhkan lawan-lawan
politik seperti Abu Bakar, Umar dan lain-lain. Misalnya:
وصيى و موضع سرى و خليفتى فى أهلى و خير من أخلف بعدى على
Wasiatku, tepat rahasiaku, khalifaku pada keluargaku, dan sebaik orang yang
menjadi khalifah setelahku yaitu Ali.
Lalu dibalas oleh sekte sunni dangan hadits yang dimaudhu’kan kepada
Abdullah bin Aufa berkata: Aku melihat Nabi duduk bersandar pada Ali kemudian
Abu Bakar dan Umar datang, maka Nabi bersabda: “hai Abu Hasan! Cintai mereka,
maka dengan mencintai mereka engkau masuk surga”.
Sedangkan sekte yang ketiga, yakni Khawarij lebih bersih dari pemalsuan
hadits. Mereka berpendapat bahwa berbohong adalah termasuk dosa besar dan
pelaku dosa besar adalah kafir. Oleh karena itu, merakalah yang lebih bersih
dari pemalsuan hadits.
2.
Dendam musuh Islam
Setelah Islam meruntuhkan dua negara super power yakni kerajaan Romawi dan
Persia sehingga tersebarlah Islam ke seluruh penjuru dunia. Oleh sebab itulah
para musuh-musuh Islam ingin menghancurkan Islam dengan menyebarkan
hadits-hadits palsu untuk menyesatkan umat Islam. Seperti salah satu hadits
audhu’ yang mereka sebarkan:
“Bahwa segolongan yahudi datang kepada Rasulullah dan bertanya: Siapakah
yang memikul arsy? Nabi menjawab: yang memikulnya adalah singa-singa dengan
tanduknya seangkan bimasakti di langit keringat meraka. Mereka menjawab: kami
bersaksi bahwa Engkau utusan Allah”.
Para ulama’ bersaksi bahwa hadits ini adalah dusta. Salah satunya Abu
Al-Qasim Al-Balkhi berkata: “dei Allah ini adalah dusta. Umat Islam telah ijma’
bahwa yang memikul arsy adalah para malaikat”. Dalam suatu keterangan telah
disebutkan bahwa hadits maudhu’ yang dibuat oleh orang zindik mencapai 14.000.
bahkan salah satu pembuat hadits palsu telah mengaku bahwa ia membuat hadits
palsu sebanyak 4.000 hadits. Ia dibunuh pada masa khalifah Abbasiyah.
3.
Fanatisme kabilah, negeri atau pimpinan
Pada masa daulah Umayyah, fanatisme kabilah sangatlah marak terjadi.
Seperti orang Arab, sehingga orang-orang non aab merasa tersisihkan. Oleh
karena itu mereka membuat hadits palsu untuk memantapkan posisinya. Contohnya
orang seperti hadits buatan bangsa Persia:
“Sesungguhnya bahasa makhluk di sekitar arasy adalah bahasa persia”.
Dan diabalas oleh bangsa Arab:
“Bahasa yang paling dimurkai Allah adalah bahasa Persia, dan bahasa
penghuni surga adalah bahasa Arab”.
4.
Qashahsh (tukang cerita)
Qashash (tukang cerita) sangat populer pada tahun 3 H. Tukang cerita
biasanya duduk di masjid-masjid dan jalan-jalan. Tujuannya agar mendapatkan
banyak uang dengan menarik perhatian penggemar dan pendengarnya menggunakan
hadits-hadits palsu. Mereka adalah kaum zindik yang berpura-pura menjadi orang
alim. Tetapi pada masa khalifah Abbasiyah Al-Mu’tashim mereka dilarang
berkeliaran.
Contoh cerita yang mereka karang seperti pada suatu hari Imam Ahmad bin
Hanbal dan Yahya bin Ma’in shalat di masjid Ar-Rashafah kemudian melihat
seseorang yang menceritakan hadits yang diperoleh dari mereka (tetapi tukang
cerita ini tidank mengenal mereka) dari Abd Razzaq dari Ma’mar dari Qathadah,
Rasulullah bersabda:
“Barang siapa yang membaca ‘Tiada Tuhan selain Allah’ maka Allah
menciptakan dari setiap kata seekor burung yang paruhya dari emas dan paruhnya
dari marjan”.
5.
Menjilat penguasa
Diantata mereka ada yang ingin mendekati penguasa dengan cara membuat
haddits palsu yang sesuai dengan apa yang dilakukannya untuk mencari lagalitas,
bahwa ungkapan tersebut adalah hadits Rasulullah. Misalnya seperti Ghiyats bin
Ibrahim ketika masuk ke istana Al-Mahdi yang sedang bermain burung merpati.
Ghiyats berkata Rasulullah bersabda:
“Tidak ada perlombaan kecuali pada anak panah atau unta atau kuda atau
burung”.
Ketika mendengar hadits tersebut, Al-Mahdi membaeri hadiah 1.000 dinar pada
Ghiyats. Padahal pada hadits Rasul tidak ada kata “burung”. Akan tetapi ia
menambahkannya karena Al-Mahdi sedang bermain burung.
6.
Perbedaan dalam madzhab
Masalah khilafiyah baik dalam fiqih atau teologi juga mendorong terbuatnya
hadits maudhu’ yang dilakukan oleh sebagian madzhab yang fanatik dalam
madzhabnya. Misalnya hadit maudhu’ berikut:
“ Barang siapa yang mengangkat kedua tangannya dalam ruku’, maka tidak sah
shalatnya”.
Sebetulnya, permasalahan ini menjadi perselisihan dikalangan madzhab fiqih.
Namun, pemalsu hadits ingin madzhabnya lah yang paling diterima, oleh sebab itu
ia memalsukan hadits tentang ruku’ tersebut.
D. Para Pendusta dan Kitab-kitab
yang Membukukan Hadits Maudlu
Para pendusta atau para pembuat hadits maudhu’ setelah diteliti oleh ulama’
diantaranya:
ü
Aban bin Ja’far Al-Numaiki: 300 hadits, disandarkan pada Abu Hanifah
ü
Ibrahim bin Zaid Al-Aslami, disandarkan pada Malik
ü
Ahmad bin Abdullah Al-Juwaini: beribu-ribu hadits kepentingan kelompok
Al-Karramiyah
ü
Jabir bin Zaid Al-Ju’afi: 30.000 hadits
ü
Nuh bin Abu Maryam: tentang fadhail surah-surah dalam Al-qur’an
ü
Muhammad bin Syuja’ Al-Wasithi, Al-Harits bin Abdullah Al-A’war Muqatil bin
Sulaiman, Muhammad bin Sa’id Al-Mashlub, Al- Waqidi dan Ibnu Abu Yahya.
Kitab-kitab yang memuat hadits-hadits madhu’:
Ø
Tadzkirah Al-Maudhu’at, karya Abu fadhal Muhammad bin Thahir Al-Maqdisi
(448-507). Kitab ini menyebutkan hadits secara alphabet dan disebutkan nama
perawi yang dinilai cacat.
Ø
Al-Maudhu’at Al-Kubra, karya Abu Al-Faraj Abdurrahman Al-Jauzi (508-597) 4
jilid
Ø
Al-La’ali Al-Mashnu’ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ah, karya Jalaluddin
As-Shuyuthi (849-911)
Ø
Al-Baits ‘ala Al-Khalash min Hawadits Al-Qashas, karya Zainuddin Abdurraim
Al-Iraqi (725-806)
Ø
Al-Fawaid Al-Majmu’ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ah, karya Al-qadhi Abu
Abdullah Muhammad bin Ali Asy-Syaukani (1173-1255)
E. Tanda-tanda Hadits
Maudhu’
Tanda-tanda hadits Maudhu’ pada sanad:
§
Pengakuan pembuatnya sendiri
§
Adanya bukti menempati pembuktian
§
Adanya bukti pada keadaan perawi
§
Kedustaan perawi
Tanda-tanda hadits maudhu’ pada matan
v
Lemah susunan lafal dan maknanya
v
Rusaknya makna
v
Menyalahi teks Alqur’an dan atau hadits mutawatir
v
Menyalahi realita sejarah
v
Hadits sesuai dengan madzhab perawi
v
Mengandung pahala yang berlebihan pada amal yang kecil
v
Sahabat dituduh menyembunyikan hadits
F. Usaha Para Ulama dalam
Memberantas Pemalsuan Hadits
Memelihara sanad hadits
Meningkatkan kesungguhan
penelitian
Menjauhi para pendusta
hadits
Menerangkan keadaan
perawi
Memberikan kaidah-kaidah
hadits